JAKARTA – Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali memperkuat pengawasan terhadap aktivitas aset digital yang terus berkembang pesat di tanah air.
Melalui POJK Nomor 23 Tahun 2025, OJK memperluas ruang lingkup pengaturan Aset Keuangan Digital (AKD) termasuk derivatif kripto yang kian diminati investor ritel dalam beberapa tahun terakhir.
Langkah ini muncul seiring meningkatnya minat masyarakat terhadap instrumen digital, namun tidak diiringi dengan pemahaman risiko yang memadai.
“Inovasi harus didukung, tetapi perlindungan konsumen tetap menjadi fondasi utama,” ujar Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi melalui press release yang diterima, Jumat (05/12/2025).
Dalam aturan terbaru ini, OJK membagi AKD menjadi dua kategori besar, yakni Aset Kripto dan Aset Keuangan Digital lainnya, termasuk instrumen derivatif yang mengikuti mekanisme pasar layaknya produk keuangan konvensional.
Pendekatan ini dinilai penting mengingat banyaknya produk baru yang muncul dengan model penawaran mirip derivatif tetapi belum memiliki payung hukum yang jelas.
OJK juga menegaskan bahwa seluruh aset digital yang diperjualbelikan di Pasar AKD harus memenuhi ketentuan berbasis teknologi buku besar terdistribusi atau memiliki aset digital yang mendasari.
Dengan demikian, Bursa hanya dapat memperdagangkan aset yang tercantum dalam Daftar AKD Resmi, sehingga meminimalkan potensi penipuan dan praktik manipulatif dari entitas tidak terdaftar.
Pengaturan derivatif kripto menjadi sorotan utama karena jenis produk ini mengandung risiko tinggi. Karena itu, Bursa wajib mengajukan permohonan persetujuan ke OJK sebelum memulai perdagangan derivatif.
Pedagang diperbolehkan menjual atau membeli derivatif atas amanat konsumen, namun tetap harus melapor secara tertulis kepada OJK dan memiliki perjanjian kerja sama resmi dengan Bursa.
“Transparansi pelaporan adalah mekanisme utama untuk menjaga stabilitas pasar,” jelas M. Ismail Riyadi menambahkan.
Sebagai tambahan perlindungan, penyelenggara perdagangan AKD diwajibkan memiliki rekening margin khusus untuk menampung jaminan baik dalam bentuk uang maupun aset digital.
Konsumen yang ingin bertransaksi derivatif pun harus mengikuti knowledge test lebih dahulu agar memahami risiko dan karakteristik instrumen tersebut. OJK menilai langkah ini sangat penting mengingat profil risiko derivatif yang fluktuatif.
Dengan aturan baru ini, OJK berharap ekosistem aset digital nasional dapat berkembang lebih sehat.
Selain memberikan ruang inovasi bagi pelaku industri, pengawasan yang lebih ketat juga diharapkan mampu mengurangi praktik curang dan meningkatkan kepercayaan masyarakat.
“Arah kebijakan kami jelas:ekosistem digital harus maju, tetapi selalu aman bagi masyarakat,” tutupnya.(adv)






