Hasrat Soroti Tumpang Tindih Status Lahan di Barito Utara

oleh -15 Dilihat
oleh
FOTO Ist: Anggota DPRD Barito Utara, Hasrat.

MUARA TEWEH – Persoalan tumpang tindih status lahan antara Areal Penggunaan Lain (APL), Hutan Produksi Konversi (HPK), dan kawasan hutan produksi kembali menjadi sorotan Anggota DPRD Barito Utara, Hasrat.

“Banyak warga tidak memahami batas antara APL, HPK, dan hutan produksi. Bagi masyarakat, siapa yang pertama membuka dan mengelola lahan, itulah pemilik menurut adat,” ujar Hasrat belum lama ini.

Ia menegaskan, ketidakjelasan status kawasan telah lama memicu keresahan warga karena berdampak langsung pada hak kepemilikan dan proses pembangunan di desa.

Dirinya mengungkapkan contoh di Desa Jamut, di mana sejumlah warga memiliki sertifikat tanah yang sebelumnya diterbitkan pemerintah daerah.

Namun selepas adanya keputusan baru kementerian, kawasan itu berubah menjadi hutan produksi sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.

“Dulu statusnya APL sehingga bisa disertifikatkan. Tapi dengan SK baru, justru berubah menjadi kawasan hutan produksi. Ini membuat masyarakat kebingungan dan merasa dirugikan,” tegasnya.

Menurut Hasrat, perubahan status kawasan tidak hanya memicu sengketa kepemilikan, tetapi juga menghambat proses ganti rugi lahan dalam proyek strategis.

Banyak warga yang telah tinggal puluhan tahun justru kehilangan hak kompensasi karena lahan yang mereka tempati dianggap masuk kawasan hutan.

“Ketika lahannya terkena proyek, mereka tidak bisa menerima ganti rugi karena statusnya berubah menjadi kawasan hutan. Ini jelas tidak adil,” ujarnya.

Hasrat menekankan pentingnya langkah cepat pemerintah daerah untuk berkoordinasi dengan kementerian terkait agar penataan kembali status kawasan dapat dilakukan secara terukur.

Ia menilai program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) menjadi opsi solusi yang perlu dimaksimalkan.

“Pemerintah desa bisa melakukan pendataan awal, kecamatan memverifikasi, dan kabupaten menyampaikan hasilnya ke KLHK. Dengan mekanisme ini, masyarakat mendapat kepastian hukum tanpa menabrak aturan kehutanan,” jelasnya.

Ia menambahkan, penyelesaian persoalan tata batas kawasan hutan sangat penting untuk memberikan kepastian bagi masyarakat, investasi, dan keberlanjutan pembangunan daerah.

“Kita ingin masalah lahan ini tidak lagi menjadi beban sosial. Masyarakat harus mendapat kepastian hak, dan pemerintah punya dasar kuat untuk menjalankan program pembangunan,” pungkasnya.(adv)

+ posts

No More Posts Available.

No more pages to load.